Mulia Dengan Ilmu

27/04/2011 09:01

Berjalan di atas kebenaran merupakan anugerah guna mencari ridha Allah Subkhanahu wa Ta'ala dan menggapai surga-Nya kelak. Namun, tak jarang seorang muslim lupa sehingga perlu diingatkan, kadang juga ia lalai sehingga membutuhkan teguran, atau keliru sehingga ia mencari pelita yang dapat meluruskan langkah dan arahnya. Mari kita renungi kembali ayat-ayat Allah Subkhanahu wa Ta'ala, hadits-hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam dengan bimbingan pemahaman Salafush Shalih. Menyegarkan kembali ingatan kita bersama tentang kemuliaan ibadah melalui “thalabul ilmi” (menuntut ilmu syar'i), agar semangat tak menjadi surut, terlebih di hadapan berbagai ujian dan cobaan kehidupan duniawi.

Saudaraku…, Islam menjelaskan kedudukan yang tinggi nan mulia tentang keutamaan ilmu. Banyak ayat, hadits, mutiara indah serta kisah teladan para ulama salaf yang menguraikan hakekat ini.

 

Menggapai Kemuliaan Dengan Ilmu Syar'i

Allah Subkhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”

(QS. Al-Mujadilah: 11) yakni “Allah mengangkat derajat orang beriman yang berilmu di hadapan orang beriman yang tidak berilmu karena keutamaan ilmu mereka (jika mereka mengamalkan ilmu tersebut, pen).”

(Tafsir Thabari, QS Al-Mujadilah: 11).

Suatu hari, Nafi' bin Abdul Harits Rahimahullah mendatangi Amirul Mukminin (Umar bin Khattab) Radliallahu 'anhu di daerah 'Usfan, Umar bertanya, “Siapa yang engkau jadikan penggantimu untuk sementara waktu bagi penduduk Mekah?” Nafi' menjawab, “Ibnu Abza.” Umar bertanya, “Siapa Ibnu Abza?” Nafi' menjawab, “Seorang budak.” Umar bertanya kembali, “Engkau telah memberikan kepercayaan tersebut kepada seorang budak!?” Nafi' mengatakan, “Sesungguhnya budak tersebut adalah seorang hafizh Al-Qur'an dan sangat mengilmui faraidh (yakni hukum-hukum islam)”. Kemudian Umar berkata, “Sungguh Nabi kalian telah berkata: “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat sebagian manusia dengan Al-Qur'an dan merendahkan sebagian yang lain karenanya.”

(HR. Muslim no: 817)

Ibrahim Al-Harbi Rahimahullah berkata, “Muhammad bin Abdurrahman

Al-Auqash Rahimahullah adalah seorang yang lehernya sangat pendek sampai masuk ke badannya sehingga kedua bahunya menonjol keluar. Dengan penuh perhatian dan kasih sayang, ibunya berpesan, “Duhai anakku, sungguh kelak setiap kali engkau berada di sebuah majelis engkau akan selalu ditertawakan dan direndahkan, maka hendaklah engkau menuntut ilmu karena ilmu akan mengangkat derajatmu.” Ternyata

(ia mematuhi pesan ibunya, pen) sehingga suatu saat dipercaya menjadi Hakim Agung di Mekah selama dua puluh tahun.”

(Tarikh Baghdad karya Al-Khathib

Al-Baghdadi 2: 309)

Al-Muzani berkata, “Aku pernah mendengar Imam Syafi'i berkata: “Barangsiapa mempelajari Al-Qur'an maka akan mulia kehormatannya. Barangsiapa mendalami ilmu fikih maka akan agung kedudukannya, barangsiapa mempelajari bahasa (arab) maka akan lembut tabiatnya. Barangsiapa mempelajari ilmu berhitung maka akan tajam nalarnya dan banyak idenya. Barangsiapa banyak menulis hadits maka akan kuat hujjahnya. Barangsiapa yang tidak menjaga dirinya, maka tidak akan bermanfaat ilmunya.”

(HR. Syafi'i, lihat Miftah Daris Sa'adah karya Ibnul Qayyim 1: 503)

 

Menuntut Ilmu Adalah Jalan Menuju Surga

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam bersabda, “Barang-siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu (syar'i), maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju surga.”

(HR. Muslim no: 2699 dari Abu Hurairah Radliallahu 'anhu)

Beliau Shalallahu 'alaihi wa Salam juga bersabda, “Barang-siapa keluar untuk mencari ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia kembali.” (Shahih Sunan Ibnu Majah no: 186 dari Anas Radliallahu 'anhu)

 

Dengan Menuntut Ilmu Segala Pintu Kebaikan, Maghfirah, dan Pahala Akan Dilimpahkan

 

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam bersabda, “Barang-siapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah Subkhanahu wa Ta'ala, maka ia akan diberikan kepahaman tentang agama.” (HR. Bukhari 1: 150-151, 6: 152, dan Muslim 1037 dari Mu'awiyah Radliallahu 'anhu)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Salam juga bersabda, “Apa-bila anak cucu Adam meninggal dunia maka terputus semua amalannya kecuali dari tiga hal: [1] shadaqah jariyah, [2] ilmu yang bermanfaat, dan [3] anak shalih yang mendoakannnya.”

(HR. Muslim 1631 dari Abu Hurairah Radliallahu 'anhu)

D a l a m h a d i t s l a i n b e l i a u Shalallahu 'alaihi wa Salam bersabda, “…dan sesungguhnya para Malaikat akan merendahkan sayap-sayap mereka bagi penuntut ilmu sebagai tanda ridha terhadap apa yang mereka lakukan. Sungguh seorang yang berilmu akan dimintakan ampun baginya oleh semua yang ada di langit dan bumi sampai pun ikan di lautan. Keutamaan seorang yang berilmu atas seorang ahli ibadah bagaikan keistimewaan bulan di hadapan bintang-bintang. Para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidak mewariskan dinar ataupun dirham, mereka hanya mewariskan ilmu. Barangsiapa yang dapat mengambilnya, sungguh ia telah meraih bagian yang banyak.” (Shahih Ibnu Majah no: 223 dari Abu Darda Radliallahu 'anhu).

 

Dengan ilmu kita dapat menumbuhkan sikap khasyyah (sikap takut) kepada Allah dan itulah muraqabah yang akan membimbing langkah-langkah kita menuju ridha Allah

 

Allah Subkhanahu wa Ta'ala berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

artinya : “Sesungguhnya hanyalah para ulama yang memiliki khasyyah kepada

Allah Subkhanahu wa Ta'ala.” (QS. Fathir: 28).

Sufyan Rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang berharap (kebahagiaan) dunia dan akherat, hendaklah ia menuntut ilmu syar'i.”

An-Nadhr bin Syumail Rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang ingin dimuliakan di dunia dan akherat, hendaklah ia menuntut ilmu syar'i. Cukuplah menjadi kebahagiaan bagi dirinya jika ia dipercaya dalam perkara agama Allah, serta menjadi perantara antara seorang hamba dengan Allah.”

(Miftah Daris Sa'adah 1: 503-504)

M u a d z bin Jabal Radliallahu 'anhu b e r k a t a; “Pelajarilah ilmu syar'i karena mempelajarinya di jalan Allah adalah khasyyah, memperdalamnya adalah ibadah, mengulang-ulangnya adalah tasbih (memuji Allah), membahas (permasalahan-permasalahannya) adalah jihad, mengajarkannya kepada yang belum mengetahuinya adalah shadaqah, dengan ilmulah Allah diketahui dan disembah, dengannya Allah diesakan dalam tauhid, dan dengannya pula diketahui yang halal dan yang haram…” (Hilayatul Auliya : 239, Al-Ajmi' karya Ibnu 'Abdil Bar 1: 65)

Seorang penyair berkata:

Ilmu adalah harta dan tabungan yang tak akan habis…

Sebaik-baik teman yang bersahabat adalah ilmu…

Terkadang seseorang mengumpulkan harta kemudian kehilangannya…

Tidak seberapa namun meninggalkan kehinaan dan perseteruan…

Adapun penuntut ilmu, ia selalu membuat iri (ghibthah) banyak orang…

Namun dirinya tidak pernah merasa takut akan kehilangannya…

Wahai para penuntut ilmu, betapa berharga hartamu itu…

yang tak dapat dibandingkan dengan emas ataupun mutiara…..

(Miftah Daris Sa'adah 1: 507)

Karenanya, Luqman berwasiat kepada putranya, “Wahai anakku, duduklah bersama para ulama, dekatilah mereka dengan kedua lututmu. Sesungguhnya Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan pelita “hikmah” sebagaimana Allah menghidupkan bumi yang gersang dengan air hujan.” (Riwayat Imam Malik dalam Al-Muwaththa' 2: 1002).

Hikmah yang beliau maksud adalah yang Allah Subkhanahu wa Ta'ala sebutkan dalam firmanNya (QS. Al-Baqarah: 269) yang artinya, “Allah menganugerahkan “hikmah” kepada yang Allah kehendaki, barangsiapa telah diberikan hikmah maka ia telah diberikan banyak kebaikan…”

Qutaibah dan Jumhur ulama berkata “hikmah adalah mengetahui yang haq dengan sebenarnya serta mengamalkannya. Itulah ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih.”

(Miftah Daris Sa'adah 1: 227)

Imam Ahmad Rahimahullah berkata, “Manusia lebih membutuhkan ilmu dibandingkan makan dan minum, karena makanan dan minuman dibutuhkan manusia satu atau dua kali dalam satu hari. Akan tetapi, ilmu senantiasa dibutuhkan seorang manusia setiap saat (selama nafasnya berhembus)”…

(Thabaqat Al-Hanabilah 1: 146)

 

Saudaraku, Belum Terlambat dan Tidak Ada Kata Malu

 

Aisyah Radliallahu 'anha berkata, “Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar. Mereka tidak terhalangi oleh rasa malu untuk mempelajari semua perkara agama ini.”

(Shahih Sunan Abi Daud no: 331-333)

Mujahid juga berkata, “Seorang pemalu atau sombong tidaklah dapat menuntut ilmu. Yang satu terhalangi dari menuntut ilmu oleh rasa malunya. Sementara yang satu lagi terhalangi oleh kesombongannya.”

(Lihat Shahih Bukhari 1: 229)

Mari bersama-sama kita membangkitkan semangat menuntut ilmu syar'i agar dengannya kita mendapatkan pelita nan bercahaya, menerangi setiap amalan hidup kita, membimbing setiap pola pikir dan langkah kita, memperbaiki setiap niat hati kita, membuat kita senantiasa takut karena merasa diawasi oleh Allah Subkhanahu wa Ta'ala. Jika ilmu itu telah sampai, maka jangan kita melupakannya dan mari kita berlomba untuk mengamalkannya.

Ali bin Abi Thalib Radliallahu 'anhu berkata, “Ilmu membisikkan pemiliknya untuk diamalkan. Jika ia menjawab panggilan bisikan itu, maka ilmu akan tetap ada. Namun jika ia tidak menjawab panggilan itu, maka ilmu akan pergi.”

(Iqtidhaul 'Ilmil 'Amal karya Al-Khathib: hal 41)

Semoga Allah Subkhanahu wa Ta'ala melimpahkan taufiq-Nya kepada kita untuk ikhlas dalam menuntut ilmu, beramal dan berdakwah di jalan-Nya. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia serta akherat dengan ilmu, amin…

Penulis: Rizal Yuliar Putrananda